Perjalanan Transformasi Pribadi: Menyongsong Ramadhan dengan Membentuk Penguasaan Diri

Bagikan Info Ini:

Ibadah puasa  dimaksudkan adalah untuk membentuk manusia beriman menjadi hamba yang bertakwa kepada Allah. Di dalam bulan Ramadhan banyak hal yang dalam kondisi normal di luar bulan Ramadhan  boleh kita lakukan karena hukumnya mubah atau boleh. Tetapi selama puasa di siang hari kita dilarang melakukannya seperti makan, minum dan hal-hal lain yang membatalkan puasa.

Selama sebulan penuh kita menjalani puasa Ramadhan sesuai dengan perintah Allah subhanahu wa ta’ala di dalam Al-Qur’an, surat Al-Baqarah, ayat 183, yang berbunyi:

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”

Semua itu untuk melatih kita menjadi manusia yang mampu menahan diri dan menguasai diri sendiri.  Jika terhadap hal-hal yang sebenarnya kita boleh melakukannya namun kita mampu menahan diri,  apalagi terhadap hal-hal yang dilarang, tentu kita jauh lebih mampu meninggalkan larangan itu. Inilah salah satu inti tujuan ibadah  di bulan Ramadhan. Puasa itu menjadi Bulan Madrasah Ruhaniah  atau masa pelatihan jiwa. Sebab dengan kondisi jiwa seperti ini maka aspek lain seperti Salat, termasuk Tarwih, Tilawah atau Tadarus al-Quran, memperbanyak sedekah dan sebagainya akan ikut lebih baik pelaksanaannya.  

Bicara tentang perlunya  ibadah ini, kita mesti ingat bahwa di dalam  diri kita tersedia alat-alat diri baik yang kasar (Hardtware) seperti panca indra dan juga perangkat halus (Software) yang dilengkapi  Allah untuk menjadi media seperti penampung Cahaya Ilahiyah yakni Qolbun (dalam penuturan Ibnu Araby dan para sufi sebagai Baitulloh dalam diri kita).. Disamping itu  Allah juga memasang yang lain sebagai media energy yakni penggerak agar manusia dinamis, tumbuh dan berkembang yakni Akal Pikiran dan Hawa Nafsu (Software-lain)  sehingga manusia mampu menginginkan sesuatu dan memikirkannya supaya diperoleh. Disisi lain ada lagi makhluk yang berkaitan dengan perjalanan manusia dan secara permanen dan simultan menempel dengan manusia  yakni Syetan. Ia adalah makhluk pembangkang yang tidak mau hormat pada Adam kendati sudah diperintah Allah SWT, sehingga ia menerima hukuman pengusiran dari Sorga dan dicap sebagai makhluk pembangkang dan bahkan tidak dapat ampunan dari Allah. Ia merasa lebih mutu dibanding Adam dan tidak selayaknya berlaku hormat pada Adam.

Akan tetapi satu hal yang ia peroleh dari kebijaksanaan Allah saat meminta izin sama Allah ketika menerima hukuman yaitu “supaya diberi keleluasaan untuk menggoda manusia dan menjerumuskannya pada kesesatan”, Syetan itu diperkenankan Allah bekerja menyesatkan, walau Allah menyatakan satu garisan yakni: Ingat Syetan!, yang dapat kamu goda dan perdaya hanya hamba Ku yang lengah dari mengingat Ku, dan itulah temanmu nanti sebagai pengisi Neraka. (Lihat Al-‘Araf ayat 18)

Cahaya Ilahiyah, akal pikiran, hawa nafsu dan syetan, adalah empat unsur yang selalu ingin mengisi dan menguasai Inti Qolbiyah setiap muslim agar manusianya bisa dikendalikan, sehingga keempat unsur ini selalu bercokol dan saling berebut siang dan malam hingga detik perdetik tanpa hentinya. Hawa Nafsu masuk dengan keinginan duniawi dibantu oleh Akal Pikiran dan siasat Pancaindra yang terus mendorong agar manusia memuaskannya. Ketika seseorang memiliki kecendrungan mengikutkan keinginan yang berlebihan maka manusia akan   menjadi jahat (Q.S Yusuf ayat 53).

Perlu diketahui bahwa saat saat manusia memiliki keinginan yang  menggebu gebu untuk memiliki sesuatu dan benar benar terpesona dan terperdaya, maka saat itulah Syetan memanfaatkan situasi dan hadir  mendorong membesarkan volume Hawa Nafsu bahkan  menghadirkan berbagai stategi dipikiran dengan segala tipu muslihat hingga Syetan memasuki system fikiroh manusia yang menjadikan pikiran atau akal jauh dari cahaya Qolbiyah. (Lihat Surah An-Naas).

Karena Qolbiyah sudah tidak mencahayai akal pikiran, maka manusia yang sudah dikuasai Hawa Nafsu dan Syetan otomatis tersesat menjadi pribadi yang merusak jiwa sendiri, bahkan orang lain dan alam lingkungan karena tidak sanggup menahan dan mengendalikan diri dari tuntutan keinginan yang beranggapan menjadikan diri berbahagia dengan semporna. Orang orang seperti ini bisa jadi berusaha dan mampu menutupi kenyataan dirinya yang asli, akan tetapi itu hanya soal waktu pada akhirnya akan mendatangkan mudhrat dengan sendirinya, bahkan bukan saja untuk diri sendiri tapi orang lain ikut juga menanggung rasa. Seperti mengambil hak orang lain dengan jalan yang tidak legal, merusak alam hingga illegal loging misalnya sampai memperkosa hak azasi orang lain.

Bukankah perbuatan Korupsi berakibat pada orang banyak?. Bukankah dengan memperluas lahan perkebunan dengan merambah hutan akan menimbulkan banjir dan menjadi mala petaka buat banyak orang?. Petaka akibat Perbuatan Korup Para Pemegang Amanah, Perusakan Hutan di Pegunungan serta Hutan Lindung dan Daerah Aliran Sungai dan tindakan liar lainnya telah nyata dampaknya dan dirasakan saat ini oleh semua anggota masyarakat bukan saja kita secara local-regional tapi dalam kehidupan global. Lihat misalnya tentang Perubahan Iklim.

Adalah Bill Gates pelaku ekonomi dan pemiliki pangkat lunak Komputer ini orang  asli Amerika meramalkan bahwa yang paling dahsyat pembunuh massal manusia kedepan bukan hanya virus seperti Covid 19 yang sudah membunuh kurang lebih 3 juta orang  seperti saat ini, tapi perubahan suhu dan cuaca panas yang kian meningkat dan ini nyata sulit dibendung sebagai akibat Pemanasan Global. Meninggal karena perubahan ikim diberbagai belahan dunia dalam kurun waktu 3-4 tahun ini sudah terjadi, khususnya di belahan Eropa dan juga termasuk India sekitarnya. Sebab dalam hitungan Lembaga Metreologi Dunia panas bumi naik setiap tahun bahkan bisa mencapai di atas 0,5 derajat selsius.

Maka  manusia diharapkan  dapat bersifat manusiawi dan punya pri-kehewanan serta pri-kehutanan dengan kemampuan menguasai diri dan mampu mengendalikan hawa nafsu sehingga  saling memaslahatkan antar sesama manusia dan makhluk lain, caranya tidak lain  hanyalah dengan menghidupkan Cahaya Ilahiyah di dalam Qalbiyah.  Bagimanakah Caranya?. Langkahnya Adalah:

  1. Menguatkan Keimanan. Agar Iman kita kuat maka perlu mengenal Allah dan diri kita serta apa yang ada disekeliling kita. Tentang siapa Allah dan bagaimana kita seharusnya kepada Allah, jalannya tidak lain adalah Belajar Ilmu Agama (‘Ulumuddiniyah). Keimanan adalah fondasi hidup dan sangat berkah bila di atasnya dibangun dan dikembangkan kehidupan dengan bantuan Ilmu Syariat dan Sains Modern (‘Ulumul Kauniyah) serta keterampilan hidup lainnya (‘Ulumul Insaniyah-Amaliyah . Kehidupan jauh lebih bermartabat bila memiliki ketiga aspek itu.
  2. Menguatkan Ibadah dan Penyembahan.  Dalam Islam ada Ibadah Salat. Fungsinya adalah agar kita selalu memuji, dan membesarkanNya. Kita hambakan dan kerdilkan diri dihadapanNya, kita ruku’ dan Sujud tersungkur diharibaanNya.  Solat itu adalah kunci Ibadah. Dengan Salatlah  Cahaya Ilahiyah tepancar di Qolbiyah.
  3. Ibadah Puasa yang akan kita kerjakan adalah sebagai usaha melatih  dalam mengendalikan diri  dan menguasai diri agar menjadi pribadi matang dan kuasa atas dirinya dalam arti dapat memposisikan Tuhan sebagai Raja Pengaturnya bukan Hawanafsunya. Bahkan ada ibadah berinfaq diantaranya zakat sebagai sarana mendidik jiwa perduli dan dengan tumbuhnya rasa kebersamaan diharapkan terkubur jiwa ego, serakah dan memikirkan diri sendiri. Begitu juga Haji, yakni ibadah pencetak generasi yang dalam diri setiap Jamaah Haji dan Hajjah  menjadi atau ikut sang Ibrahim yang hidupnya habis untuk menegakkan agama Tauhid,  menjadi Islamil yang mulia dalam ketaatan pada orang tua yakni pendukung sang Ayah walau taruhannya nyawa, sang Ibu Siti Hajar sang pasangan yang rela terisolir demi ketaatan pada sang imam pejuang penegak lailaha illalloh.
  4. Pribadi Istiqomah. Jadilah diri kita menjadi diri yang selalu lurus dan berjalan menuju kehidupan abadi. Dulu Kita mulai hidup setelah kita lahir dan kita diazankan atau diiqomahkan dengan kalimat tauhid artinya kita diajari berikrar bahwa kita untuk allah. oleh karena itu mari kita isi hidup dengan kehendak allah dan kita usahakan kehidupan duniawi ini menjadi ladang ibadah sebagai bekal menuju hidup yang sebenarnya hidup. sebab bukan yang ini serta saat sekarang  hidup kita,  kehidupan hakiki kita adalah disana nanti setelah kita pulang atau mati. mati dulu kita baru masuk hidup yang nyata. innalillah wainna ilahi rajiun.

Ditulis oleh: Drs. Irwan Saleh Dalimunthe Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Syahada Padangsidimpuan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *