Sikap moderat dalam beragama ini dibentuk dengan berlandaskan kepada sumber-sumber terpercaya, seperti ajaran agama, konstitusi negara, kearifan lokal, serta konsensus dan kesepakatan bersama. Dalam konteks ajaran Islam, moderasi beragama dikenal dengan istilah Wasaṭiyah al-Islam.
A. Pendahuluan
Beberapa istilah yang melatarbelakangi kemunculan gagasan moderasi beragama sebagaimana diketahui adalah terorisme, ekstremisme, dan radikalisme. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, terorisme bermakna penggunaan kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai tujuan (terutama tujuan politik); praktik tindakan terror. Istilah kedua, ekstremisme berarti paling ujung, paling tinggi, dan paling keras. Karena itu, kata ini memiliki pengertian keadaan atau tindakan menganut paham paling keras berdasarkan pandangan agama, politik, dan sebagainya.Sementara itu radikalime adalah paham yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis. Ketiga istilah ini menunjukkan paham yang menggunakan kekerasan untuk mencapai tujuannya.
Berdasarkan pengertian di atas, terlihat bahwa posisi ketiga istilah ini berada pada kutub yang berseberangan. Makna ketiga istilah ini bertentangan dengan makna gagasan moderasi beragama atau dikenal dengan paham kontra moderasi beragama. Moderasi beragama berdasarkan nilai ajaran Islam memiliki makna sikap pertengahan, moderat, dan damai.
B. Pola Penyebaran Istilah Kontra Moderasi Beragama
Jika merujuk kepada ketiga istilah di atas, perlu diketahui bahwa ada tiga pola peyebaran ketiga istilah di atas, yaitu:
Media komunikasi terdiri dari media cetak, media elektronik, dan media online.
Hubungan interpersonal mencakup interaksi dalam keluarga, hubungan siswa dengan guru dan siswa dengan siswa serta guru dengan guru, dan interaksi teman dengan teman lainnya.
Ruang atau setting sosial seperti halaqah, forum pengajian, pertemuan dalam pembelajaran, dan pertemuan sosial keagamaan lainnya.
Berdasarkan hasil penelitian, pola penyebaran ketiga pemahaman kontra moderasi beragama di atas ditemukan bahwa pola paling efektif dalam penyebarannya adalah melalui halaqah, forum pengajian, dan pertemuan sosial keagamaan. Ruang dan setting sosial seperti forum pengajian ini melaksanakan kajian tentang ajaran Islam dan argumentasi keislaman. Isu-isu radikalisme menemukan bentuknya melalui penyampaian materi dengan pendekatan agama. Tentu hal ini menjadi simpulan bahwa gagasan terorisme, ekstremisme, dan radikalisme ditemukan argumentasinya dalam beberapa ajaran agama Islam. Apalagi dalam beberapa kasus ditemukan bahwa pelaku terorisme adalah pemeluk ajaran agama Islam.
C. Pengertian Moderasi Beragama
Kata moderasi diserap dari bahasa Latin dengan asal kata moderatio yang bermakna ke-sedang-an atau tidak berlebihan dan tidak kekurangan. Sementara itu, kata moderatio ini berarti penguasaan diri dari sikap sangat berlebihan dan kekurangan.
Di sisi lain, moderasi beragama menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah 1) pengurangan kekerasan, 2) penghindaran keekstreman. Dalam penggunaan kata moderasi dapat ditemukan dalam kalimat “orang itu bersikap moderat” dengan pengertian bahwa ada seorang individu bersikap wajar, biasa-biasa saja, dan tidak ekstrem.
Dalam Bahasa Inggris, moderat sering digunakan dalam pengertian rata-rata (average), inti (core), baku (standard), dan tidak berpihak (non-aligned). Jika digunakan dalam bahasa ditemukan pengertian umum bahwa moderat adalah mengedepankan keseimbangan dalam keyakinan, moral, dan watak, baik ketika memperlakukan orang lain sebagai individu, maupun ketika berhadapan dengan institusi negara.
Sementara dalam Bahasa Arab, moderasi dikenal dengan kata wasaṭatau wasaṭiyah yang memiliki padanan makna dengan kata tawassuṭ (tengah-tengah), i’tidal(adil), dan tawazun (berimbang). Kata wasaṭ dapat diberi pengertian “segala yang baik sesuai dengan objeknya”. Penggunaan kata ini sebagai kata sifat selalu menunjukkan sikap pertengahan di antara sikap positif dan sikap negatif. Di sisi lain, wasaṭiyahselalu dimaknai dengan sifat terhadap “pilihan terbaik” berarti memilih posisi jalan tengah di antara berbagai pilihan ekstrem.
Dalam penggunaan kata wasaṭ ini, jika kata tersebut digunakan untuk orang yang menerapkan prinsip wasaṭiyah, maka disebut dengan wasiṭ. Dalam makna Bahasa Indonesia, kata wasit berarti, yaitu: 1) penengah, perantara (dalam perdagangan, bisnis), 2) pelerai (pemisah, pendamai) antara yang berselisih, 3) pemimpin di pertandingan. Maka dapat dipahami bahwa penggunaan kata wasaṭ atau wasaṭiyah lebih cenderung pada sifat pilihan dalam memilih cara pandang, sikap, dan perilaku di tengah-tengah di antara dua pilihan ekstrem yang ada.
Berdasarkan penggunaan ketiga istilah di atas, maka kata terorisme, ekstremisme, dan radikalisme adalah lawan kata moderasi. Istilah moderasi beragama digunakan dengan pengertian yaitu sebuah cara pandang, sikap, dan perilaku selalu mengambil posisi pertengahan, bertindak adil dan tidak keras dalam beragama.Istilah ini juga dipahami sebagai sikap beragama yang seimbang antara pengamalan agama sendiri (eksklusif) dan penghormatan terhadap praktik keagamaan orang lain yang berbeda keyakinan dengannya (inklusif). Sikap moderat dalam beragama ini dibentuk dengan berlandaskan kepada sumber-sumber terpercaya, seperti ajaran agama, konstitusi negara, kearifan lokal, serta konsensus dan kesepakatan bersama. Dalam konteks ajaran Islam, moderasi beragama dikenal dengan istilah Wasaṭiyah al-Islam.
D. Gagasan Moderasi Beragama dan Lembaga Pendidikan Islam
Feomena lembaga pendidikan Islam di sekitar kita menunjukkan beberapa karakteristik. Beberapa karakteristik utama di lembaga pendidikan Islam adalah:
Memiliki peserta didik dengan variasi etnis, bahasa, kultur, dan tradisi, serta pemahaman agama.
Pendidik dan peserta didik memiliki pemahaman yang baik tentang ajaran Islam inklusif.
Melaksanakan transfer ajaran dan nila keislaman tentang moderatieme.
Pendidik dan peserta didik membahas argumentasi keislaman.
Memiliki akses literatur dan sumber belajar keislaman lebih luas.
Pendidik dan peserta didik terampil dalam mengkomunikasikan ajaran dan argumentasi keislaman kepada masyarakat secara langsung dan intens.
Pendidik dan peserta didik menjaga moderatisme dalam kehidupan sosial.
Peserta didik menjalin pertetaman dengan berbagai perbedaan dalam konteks kehidupan sosial.
Berdasarkan karakteristik di atas ini, gagasan moderasi beragama ini menemukan bentuk dan implementasinya di lembaga pendidikan Islam, baik di madrasah, pesantren, dan Perguruan Tinggi Agama Islam. Gagasan moderasi beragama di lembaga pendidikan Islam tidak hanya menjadi wacana, namun telah diimplementasikan bahkan jauh sebelum gagasan tersebut dikumandangkan. Ada beberapa indikator dalam implementasi gagasan moderasi beragama ini, yaitu: 1) komitmen kebangsaan, 2) toleransi, 3) anti kekerasan, dan 4) akomodatif terhadap kebudayaan lokal.